Physical appearance and behavior
The Kuntilanak (Pontianak) is often depicted as a beautiful woman with pale skin, red eyes, and long black hair. She is often dressed in a blood-smeared white dress. The Kuntilanak is also described as changing into a more monstrous form when she captures her prey which is typically men or helpless people. Because she is bloodthirsty and has a carnivorous nature, a Pontianak can also appear as a beast or a ghost, resembling the Dracula vampire.
Pontianak only appears under the full moon and typically announces her presence with the cries of infants or feminine laughter. It is said that if the sounds are quiet, she is nearby, but if they are loud, she is far away. Some sources also state that a dog howling at night indicates that a Pontianak is present, but not too close; if the dog whines, then a Pontianak is near. Its presence is also said to be heralded by a floral fragrance, identifiable as that of the Plumeria flower, followed by a stench similar to that of a decaying corpse.
The Pontianak kills her victims by using her long fingernails to physically remove their internal organs to be eaten. In cases where the Pontianak desires revenge and retribution against a man, it is said to eviscerate the victim with its hands. If a victim has their eyes open when a Pontianak is near, she will suck them out of their head. The Pontianak is said to locate her prey by the scent of their clean laundry; because of this, some Malaysians refuse to leave any piece of clothing outside their house overnight.
The Pontianak is associated with banana trees, and her spirit is said to reside in them during the day. According to folklore, a Pontianak can be fought off by driving a nail into the hole on the nape of her neck, which causes her to turn into a beautiful woman and a good wife until the nail is removed.
The Indonesian Kuntilanak is similar to the Pontianak in Malaysia, but commonly takes the form of a bird and sucks the blood of virgins and young women. The bird, which makes a "Ke-ke-ke" sound as it flies, may be sent through black magic to make a woman fall ill;[3] the characteristic symptom being vaginal bleeding. When a man approaches her in her female form, the Kuntilanak suddenly turns and reveals that her back is hollow, much like the Sundel bolong the prostitute ghost with her large gaping hole on her back. A Kuntilanak can be subdued by plunging a sharp nail into the top of her head.
The Kuntilanak has been portrayed in Indonesian and Malaysian horror films and on Indonesian and Malaysian television.
Kuntilanak adalah film horor Indonesia yang dirilis pada tahun 2006. Film yang disutradarai oleh Rizal Mantovani ini dibintangi oleh Julie Estelle, Evan Sanders, dan Ratu Felisha, Sekuel film ini berjudul Kuntilanak 2 dan Kuntilanak 3 dirilis pada tahun 2007 dan 2008.
Setelah kematian ibunya dan perilaku bejat dari ayah tirinya, Samantha, biasa dipanggil Sam, memutuskan menyewa kamar kos di pinggir kota. Sam, yang masih depresi atas kejadian di rumahnya serta mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya, membuat hubungannya dengan kekasihnya, Agung menjadi renggang. Sam menyewa sebuah kamar kos di sebuah rumah yang tampak angker dengan kuburan dan sebuah pohon beringin di depannya. Menurut para penduduk, Sam mengetahui bahwa pohon itu diperkirakan sebagai pohon kuntilanak dan lantai dua di rumah kos, yang memiliki tiga lantai itu, dikunci oleh sang pemilik karena lantai itu lebih kotor dibandingkan lantai lain.
Ibu kos Sam, Yanti, menceritakan tentang sejarah bangunan yang kini menjadi tempat kos itu. Diketahui bahwa dahulu, sebuah keluarga produsen batik bernama Mangkoedjiwo membuat pabrik batik dan asrama pekerja di sana, tetapi terjadi kebakaran besar yang memusnahkan aset-aset Mangkoedjiwo dan hanya rumahnya yang masih kokoh dan layak dihuni. Kini, cicit Panembahan Sakti Mangkoedjiwo, Sri Sukma Mangkoedjiwo, menyewakan rumah tersebut untuk kos. Perbincangan yang berubah ke mitos kuntilanak berakhir ketika Yanti menembangkan sebuah durmo yang digunakan untuk memanggil Kuntilanak. Entah kenapa tembang itu membuat Sam menjadi pusing dan keadaan semakin aneh kala ia mengetahui bahwa untuk memanggil kuntilanak, sang pemanggil harus memiliki wangsit. Di kamar Sam, terdapat sebuah cermin antik Mangkoedjiwo yang berjumlah empat di seluruh rumah itu.
Tetangga kamar kos Sam, Mawar, meninggal di sebuah kamar hotel karena serangan kuntilanak ketika ia baru saja mengancam untuk membunuh Sam dengan gunting dan tanpa disadari, Sam langsung menembangkan durmo pemanggil kuntilanak. Setelah itu, seorang pemuda, yang mencoba memerkosa Sam, juga meninggal karena serangan kuntilanak saat diteror di jalan akibat Sam yang menembangkan durmo. Agung, yang akhir-akhir ini meneliti tentang kuntilanak dari sahabatnya, Iwank, mengetahui bahwa sosok kuntilanak, yang biasanya hidup di pohon, dipanggil oleh wangsitnya dan keluar melalui media tertentu untuk masuk ke dunia manusia dan bahwa Mangkoedjiwo dipercaya masyarakat sebagai penganut aliran sesat. Sam, yang ikut bersama Agung ke rumah Iwank, membaca mengenai batik Mangkoedjiwo di mana Sam menemukan tulisan di sketsa batik: "sing kuat sing melihara" (artinya "yang kuat yang pelihara") dan merasa bahwa hal itu diingat di pikirannya. Ketika Sam dan Agung berseteru, Sam menembangkan durmo kembali hingga Agung menghilang saat malam sehari kemudian.
Sahabat Sam, Dinda, meninggal di kamar mandi kos karena Sam menembangkan durmo saat ia masih emosi. Hal itu sudah cukup bagi penghuni kos yang lain untuk pindah dari rumah itu, meninggalkan Sam yang sayup-sayup selalu mendengar suara rintihan permintaan tolong Agung. Akhirnya, Sam berhasil membuka lantai dua dan menemukan Agung serta mengetahui bahwa alasan lantai dua tidak pernah dibuka karena kamar tersebut menjadi tempat untuk memuja kuntilanak dan memberikan pesugihan kepadanya agar kuntilanak tetap menjadi peliharaan Mangkoedjiwo. Alasan yang diberikan Sri Sukma itu menjadi timpalannya dan Sukma meminta agar Sam menjadi penerusnya untuk memanggil kuntilanak. Sam, yang sudah tidak mau melakukan hal itu lagi, ditembangkan durmo oleh Sri Sukma hingga Sam ikut menembangkan durmo itu, tetapi kuntilanak yang dipanggil ternyata memilih menuruti keinginan Sam dengan tanda hidung Sri Sukma yang berdarah.
Untuk menghentikan keluarnya kuntilanak, Sam segera menemukan cermin-cermin Mangkoedjiwo dan memecahkan tiga cermin. Cermin keempat yang sempat dilupakannya berada di lantai dua dan kuntilanak sudah berhasil membunuh Sri Sukma. Kini, kuntilanak ingin menguji keabsahan Sam sebagai pemeliharanya dengan cara membunuh Sam. Sam, yang tiba-tiba ingat akan tulisan di sketsa batik, merapalkannya terus-menerus hingga membuat kuntilanak itu mengetahui bahwa Sam kini adalah pemanggilnya. Sam, yang tidak memecahkan cermin keempat, melantunkan durmo di depan Agung saat beberapa minggu setelah kejadian malam itu, lalu Sam sepertinya mulai bisa memanfaatkan kuntilanak untuk membunuh orang yang jahat terhadapnya.
Kuntilanak (juga dikenal sebagai Kuntilanak 4) adalah film horor Indonesia yang dirilis pada 15 Juni 2018 dan disutradarai oleh Rizal Mantovani. Film ini merupakan kelanjutan dari Kuntilanak 3 yang dirilis pada tahun 2008. Film ini juga dibintangi oleh Sandrinna Michelle, Andryan Bima, Ciara Nadine Brosnan, Adlu Fahrezy, Ali Fikry, dan Nena Rosier.
Lukman Putra dan anaknya, Anjas, tinggal berdua setelah istri dan ibu mereka, Miranda, meninggal karena kecelakaan saat membelikan Anjas mobil mainan. Anjas mendengar namanya disebut dari arah cermin yang digantung di salah satu ruangan rumah dan mendapati ibunya duduk di depan cermin. Ketika Miranda menawarkan Anjas untuk ikut dengannya, Anjas menerima. Seketika itu, Miranda menjelma menjadi Kuntilanak dan membawa Anjas ke dalam cermin.
Empat bulan kemudian, tim program TV "Dimensi Astral" mengunjungi rumah keluarga Lukman yang sekarang terbengkalai untuk melakukan proses syuting. Presenter program, Glen, tertarik dengan cermin Lukman dan mengambilnya untuk digantung di panti asuhan "Kasih Ibu" yang terletak tidak jauh dari rumah Lukman. Panti asuhan dikelola oleh Donna, tetapi dia sedang mengunjungi San Francisco selama tiga minggu. Donna meninggalkan lima anak asuhnya: Kresna, Dinda, Panji, Miko, dan Ambar, untuk diawasi oleh pacar Glen, Lidya. Karena cermin Donna retak, Lidya berencana untuk menggantung cermin yang dibawa Glen sebagai pengganti.
Semenjak cermin Lukman dibawa ke panti asuhan, kejadian aneh mulai menghantui penghuni panti asuhan. Miko membaca buku mengenai makhluk halus dan meyimpulkan bahwa mereka diganggu oleh Kuntilanak, sesosok makhluk yang suka menculik anak. Kebanyakan anak-anak yang diculik akan hilang selamanya, tetapi bila mereka bisa lepas, mereka akan muncul di tempat yang tak terduga. Kelima anak panti asuhan menonton episode Dimensi Astral yang berlatar rumah Lukman dan mengetahui nasib tragis keluarga tersebut. Ketika mereka mendengar dari Glen bahwa studio Dimensi Astral mengadakan sayembara bagi siapa saja yang bisa memotret Kuntilanak, Kresna tertarik dan mengajak saudara angkatnya untuk berkunjung ke rumah Lukman.
Di rumah Lukman, mereka menemukan buku berbahasa Jawa yang membahas keluarga Mangkoedjiwo, pembunuhan yang terjadi di kos, dan wangsit yang konon bisa digunakan untuk mengendalikan Kuntilanak. Saat sedang melihat-lihat, Dinda melihat arwah Anjas memperlihatkan gambar paku. Panji juga menemui Anjas dan disodori mobil mainan miliknya serta gambar dua pohon. Ketika mereka berlima pulang, Panji dicegat oleh Lukman yang mengambil balik mainan Anjas.
Malamnya, Ambar yang tidur di kamar Donna didatangi Kuntilanak yang menyamar sebagai Donna dan berakhir diculik. Lukman datang dan mencoba untuk melepas cermin, tetapi dia diserang oleh Kuntilanak. Ketika giliran Lidya dan Glen yang datang, Lidya dirasuki oleh Kuntilanak, sementara Miko juga diculik. Sebelum terjadi kekacauan lagi, Kresna membaca ukiran cermin yang bertuliskan aksara Jawa dan menyadari bahwa tulisannya: "sing kuat sing melihara" adalah mantra bagi pengguna wangsit untuk mengendalikan Kuntilanak, sehingga dia menyuruh Dinda untuk melafalkan kalimat tersebut. Nyatanya, Dinda mempunyai wangsit, karena Kuntilanak segera keluar dari tubuh Lidya kembali ke cermin. Dinda kemudian menancapkan paku ke kepala Kuntilanak untuk mengusirnya.
Keesokan harinya, Kresna, Dinda, Panji, Lidya, dan Glen menemukan Ambar di atas pohon dan Miko di kandang ayam, persis seperti cerita Miko. Lukman juga menemukan Anjas di antara dua pohon, tetapi karena sudah lewat Jumat Kliwon pertama setelah dia diculik, dia sudah dalam keadaan tak bernyawa. Film ditutup dengan adegan di toko antik, dimana cermin Kuntilanak sekarang bersemayam.
Kuntilanak ditayangkan pada 15 Juni 2018 bersamaan dengan 4 film lainnya, yaitu Dimsum Martabak, Insya Allah Sah 2, Jailangkung 2, dan Target.[1] Film ini berjaya menjaring 1.236.000 penonton di Indonesia, sehingga menempati peringkat 12 dalam 14 film Indonesia yang menjaring lebih dari sejuta penonton.[2]
Belanja di App banyak untungnya:
Kuntilanak (English title: "The Chanting")[a] is a 2006 Indonesian horror film directed by Rizal Mantovani, about a ghost type in Indonesian (and wider Malay) folklore. In this movie, a student whose step-father molested her moves to a boarding house in a haunted area, this is followed by a series of killings.
Samantha "Sam" is an orphaned young woman who moves to an isolated boarding house in North Jakarta, trying to avoid the advances of her pervert stepfather. The landlady of the house, Yanti, tells her that the house was previously a batik factory of the Mangkoedjiwo family, with its current leader, Raden Ayu Sri Sukmarahimi Mangkoedjiwo having lent the house under a condition that the second floor is locked up with no one allowed inside. While listing other restrictions, including about a chair in front of a Javanese mirror in Sam's room, Yanti chants durmo, a Javanese poem said to be able to summon Kuntilanak, a female ghost with half the body of a horse rumored to be living in a weeping fig in front of the house. Meanwhile, Sam mentions her recurring nightmares of a woman in a fire with a Kuntilanak to her boyfriend, Agung. Agung learns from his eccentric friend, Iwank, and his mother that the Mangkoedjiwo is long rumored to be a black magic sect maintaining a Kuntilanak, itself can only be summoned by antique objects. At the house, Sam befriends Dinda, who tells her that there are actually three other mirrors identical to the one in Sam's room: two of which are in herself and Ratih's rooms.
One day, Sam breaks the rule about the mirror, glimpsing a Kuntilanak in the process. Her neighbor, Mawar, who is with her boyfriend (when males are forbidden to step on the third floor), threatens to kill Sam, but Sam suddenly enters a trance and chants durmo, making her puke maggots and materialize a strange scar as well as causing Mawar to have nosebleed. At a motel, Mawar is killed when an electric fan drops on her neck. The next night, Sam tries to peek on the second floor, but is harassed by a neighbor, Alfon. She enters into a trance and chants durmo again. Haunted by terrifying apparitions, Alfon tries to escape but is killed in a car accident. In the light of recent events, Sri Sukma pays visit to the house. Yanti apologizes for her foolish act in introducing durmo to Sam, although Sri Sukma says that it is her destiny to keep it. While reading a book about Mangkoedjiwo factory in Iwank's house, Sam spots the sentence Sing kuat sing melihara ("the strong one is the one that masters Kuntilanak"). During a conflict with Agung, Sam chants durmo; the next day, she learns Agung has disappeared. She hears Agung's faint cries from the second floor. Sam discusses Agung's disappearance with Dinda, but misunderstands Dinda's comfort as her being attracted to Agung. Chanting durmo, Sam passes out when Dinda goes out to take a shower where she is killed by Kuntilanak.
Having had enough, Sam breaks over to the second floor and finds Agung bleeding in front of the fourth mirror Dinda previously forgot to mention. She is confronted by Sri Sukma, who explains that the Mangkoedjiwo does indeed maintain a Kuntilanak summoned by a wangsit (a supernatural mandate) kept by their heirs, but since Sri Sukma is unable to bear children, she has chosen Sam as the next carrier of the wangsit. When Sam refuses, Sri Sukma chants durmo to summon Kuntilanak, though Sam counters with her own durmo, eventually winning out when Sri Sukma has nosebleed. Pleading Sam not to kill her, Sri Sukma says that the Kuntilanak can be stopped by removing its entrance to the living world; by breaking all mirrors. Sam manages to break the mirrors in her, Dinda, and Ratih's rooms, but forgets the one in the second floor long enough before Kuntilanak kills Sri Sukma. Two ghost children appear to take Sam, who manages to break free, only to be cornered by Kuntilanak. However, she continuously chants Sing kuat sing melihara until the Kuntilanak obeys and goes back to the mirror. The next day, Sam decides to keep the mirror so she could use it for her own deeds, disturbing Agung. She happily chants durmo as apparitions of Kuntilanak come out of the mirror.
Julie Estelle sang an old Javanese song for summoning a Kuntilanak in the film.[1]
The film received a DVD release in 2007.
The film is followed by two more sequels, Kuntilanak 2 and Kuntilanak 3, setting up a trilogy with Mantovani returning as director. Estelle reprised her role as the main protagonist for both films, while Sanders, Soewardi, Jamil, and Iskak only return for the first sequel. Bella Esperance, Cindy Valerie, Ida Iasha, and Piet Pagau additionally starred in Kuntilanak 2, which was released on 2007 and follows Sam as she struggles to maintain her sanity due to the wangsit of Kuntilanak while being hunted by remnants of the Mangkoedjiwo sect.[2] The final film, Kuntilanak 3, was released on 2008 and starred Laudya Cynthia Bella, Imelda Therinne, Mandala Shoji, and Reza Pahlevi in addition to Estelle, Valerie, and Iasha. It follows Sam accompanied by a rescue group in tracking the origins of the wangsit of Kuntilanak on a remote forest highlands, hoping to destroy it once and for all.[3]
A remake was released in 2018.[4] Kuntilanak 2, a sequel of the remake, was released on June 4, 2019,[5] with, again, a third installment Kuntilanak 3 (2022).[6]
Jl. Stadion Barat No.47, Turen, Kec. Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65175, IndonesiaPeta
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kuntilanak dapat mengacu pada beberapa hal berikut:
Safety starts with understanding how developers collect and share your data. Data privacy and security practices may vary based on your use, region, and age. The developer provided this information and may update it over time.
This app may share these data types with third parties
about how developers declare collection
Data is encrypted in transit
Data can’t be deleted
Mythological creature
The Kuntilanak (Indonesian name), also called Pontianak (Malay name), or Yakshi (in Hinduism/ Hindu mythology) is a mythological creature in Indonesia, Malaysia and Singapore. It is similar to Langsuir in other Southeast Asia regions. The Kuntilanak usually takes the form of a pregnant woman who died during childbirth. Alternatively, it is often described as a vengeful female spirit. Another form of the Kuntilanak refers to the ghost or white lady of Southeast Asian folklore.
The Kuntilanak is often depicted as a long-haired woman dressed in white. She lures in unsuspecting men to incite fear and enact revenge. Signs that a Kuntilanak is nearby include the sound of an infant crying and the smell of a decaying corpse or the plumeria flower.[citation needed]
Kuntilanak or Pontianak is often described as an astral female spirit; another version of this figure is a woman spirit with long sharp fangs and fingernails. It is similar to the spirit of a woman unable to give birth while her stillborn child was inside her womb. This figure is mainly known to reside in the Kalimantan region containing the city of Pontianak.
The Pontianak can disguise herself using the appearance of a beautiful woman to lure her prey. In Malaysia, lore depicts them as "vampiric" blood-suckers that dissect through the internal organs of men. [1]
The Pontianak is derived from myths and folktales, some of which are particularly popular in Kalimantan (Borneo). Being one of the most famous pieces of Indonesian folklore, it inspired the name of a capital city in the Western Kalimantan region, called Pontianak. The legend of the city of Pontianak holds that the city began as an old trading station, infested with ghosts until Syarif Abdurrahman Alkadrie and his army drove them away with cannon fire. He then constructed a mosque and a palace on the site. These buildings became the city and the seat of the Pontianak Sultanate. Holiday celebrations often include firing bamboo cannons to pay tribute to the Sultan.[2]